SUMENEP, updatejatim.net – Wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Bank Jatim yang mulai menguat di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur kini mendapat amunisi baru.
Ketidakhadiran Panitia Seleksi (Pansel) dalam dua kali undangan rapat bersama Komisi C (DPRD) Jatim bukan hanya menjadi sorotan, namun juga memantik dugaan adanya ketertutupan yang sistemik dalam proses seleksi jajaran Komisaris dan Direksi Bank Jatim periode mendatang.
Ketua Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKAPMII) Cabang Sumenep, Khairullah, menilai ketidakhadiran Pansel sebagai bentuk pelecehan terhadap institusi wakil rakyat sekaligus pengingkaran atas prinsip akuntabilitas publik.
“Ini bukan soal sekadar absen. Dua kali mangkir dari rapat resmi (DPRD) menunjukkan ada yang ingin disembunyikan. Jangan sampai publik menganggap bahwa proses seleksi ini sarat kepentingan, tidak objektif, dan jauh dari transparansi,” ujarnya. Senin 19 Mei 2025
Pria yang akrab disapa Mas Ilung, menekankan bahwa Pansel seharusnya menjadi garda depan reformasi tata kelola Bank Jatim yang belakangan tengah disorot akibat kerugian yang ditaksir mencapai lebih dari setengah triliun rupiah.
“Kalau sejak awal saja Pansel sudah menghindar dari ruang publik, bagaimana publik bisa percaya bahwa hasil seleksi nanti akan melahirkan figur yang kredibel dan bersih?” jelasnya.
Lebih lanjut, Ilung menyoroti pentingnya transparansi dalam daftar nama calon Komisaris dan Direksi yang telah mendaftar.
Ia mempertanyakan, mengapa hingga kini Pansel belum juga mengumumkan nama-nama tersebut ke publik.
“Ini bukan perusahaan swasta. Bank Jatim itu milik rakyat Jawa Timur. Maka rakyat berhak tahu siapa yang menyaring dan siapa yang disaring. Jika ini tidak dibuka, maka wajar jika muncul dugaan ada calon-calon titipan,” ungkapnya.
Sikap tertutup Pansel bahkan dinilai berpotensi menciptakan distrust antar pemilik saham daerah. Beberapa kepala daerah, menurutnya, mulai mempertimbangkan ulang relasi keuangan dengan Bank Jatim.
“Kalau Bank Jatim tetap dikelola dengan model lama yang penuh misteri, maka wajar jika beberapa kabupaten/kota lebih memilih memperkuat bank daerah masing-masing. Ini alarm keras bagi direksi dan pemegang saham utama,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Ketua Tim Pansel, Prof. Muhammad Nuh, dua kali tidak menghadiri rapat kerja bersama Komisi C DPRD Jawa Timur, meski undangan bersifat resmi dan menyangkut proses penting. Padahal, DPRD sebagai representasi publik memiliki fungsi pengawasan yang melekat atas BUMD seperti Bank Jatim.
Kini, tekanan terhadap Pansel semakin menguat. Wacana Pansus yang awalnya hanya berupa bisik-bisik parlemen kini mulai mendapat dukungan terbuka dari berbagai elemen sipil.
“Kalau Pansel terus bermain di ruang gelap, maka pembentukan Pansus bukan lagi opsi, melainkan kebutuhan mendesak. Kita tidak ingin sejarah kelam Bank Jatim terus berulang dengan aktor-aktor lama yang gagal membawa perubahan,” pungkasnya.
Polemik ini tampaknya baru awal dari babak panjang pertarungan antara kepentingan elite dan tuntutan transparansi publik dalam tubuh Bank Jatim. Pertanyaannya kini bukan hanya siapa yang akan lolos menjadi Komisaris atau Direksi, tapi siapa yang akan berani membuka tabir gelap yang selama ini menutupi proses di baliknya.(DieBM)