SUMENEP, updatejatim.net – Dinamika pembangunan desa yang kian kompleks, Ketua Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, H. Abdul Hayat, siap memperkuat solidaritas antar kepala desa sebagai fondasi utama tata kelola pemerintahan desa yang berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Ketua PKDI Sumenep, H. Abdul Hayat, menegaskan bahwa PKDI bukan sekadar forum formalitas, tetapi rumah besar yang menyatukan semangat, kepedulian, dan perjuangan para kepala desa.
“Kita ini satu rumah besar. PKDI adalah wadah bersama untuk saling mendukung, berdiskusi, dan memperjuangkan kepentingan desa. Tanpa kebersamaan, kita akan mudah terpecah dan sulit membangun kekuatan kolektif,” tegasnya. Senin 19 Mei 2025
Transformasi kelembagaan, lanjut dia, dari Asosiasi Kepala Desa (AKD) menjadi PKDI disebutnya sebagai langkah strategis yang sarat makna. Bukan sekadar ganti nama, tetapi lompatan visi menuju konsolidasi nasional.
“Dulu AKD hanya mengakar di Jawa Timur. Kini dengan PKDI, kita bicara nasional. Ini bukan perubahan biasa, tapi sebuah momen untuk menyatukan energi dan visi dari Sabang sampai Merauke. Kepala desa harus hadir sebagai aktor utama pembangunan, bukan sekadar pelaksana teknis,” ucapnya.
Pihaknya mengatakan, salah satu terobosan paling ambisius yang diusung oleh PKDI Sumenep adalah pendirian Koperasi Merah Putih, sebuah entitas ekonomi yang tak hanya dirancang sebagai wadah usaha, tapi juga sebagai simbol kemandirian desa.
“Koperasi Merah Putih bukan hanya soal ekonomi, tapi alat perjuangan. Di sana ada semangat kolektif, ada upaya untuk lepas dari ketergantungan pada pusat. Kita ingin kepala desa punya ruang lebih luas untuk mengangkat potensi desanya,” ujarnya.
Koperasi ini, kata Obet sapaan akrabnya, akan menjadi poros penggerak ekonomi desa berbasis potensi lokal. Dari pertanian, perikanan, hingga industri kreatif, semuanya akan diintegrasikan ke dalam ekosistem usaha yang berkelanjutan dan inklusif.
Lebih dari itu, koperasi juga diharapkan menjawab persoalan klasik desa, akses permodalan dan distribusi produk yang selama ini kerap tersendat.
Ia optimis dengan masa depan PKDI, kekuatan organisasi tidak akan bermakna tanpa komitmen bersama. Solidaritas, katanya, harus menjadi sikap, bukan jargon kosong.
“Perubahan struktural itu penting, tapi tidak akan berarti jika tidak dibarengi semangat kolektif. Kita tidak butuh seremonial, kita butuh gerakan. Kalau kepala desa satu visi, tidak ada alasan warga desa tidak bisa sejahtera,” kata Obet.
Ia mengajak seluruh kepala desa di Sumenep untuk membuka diri, bergabung, dan berkontribusi aktif dalam gerakan besar ini. Menurutnya, PKDI harus menjadi tempat bernaung bagi para pemimpin desa yang berpikir progresif dan bertindak solutif.
“Dengan PKDI, kami tengah merintis sebuah ekosistem baru di mana desa tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi subjek utama perubahan. Sebuah cita-cita yang besar, namun bukan tidak mungkin terwujud,” jelasnya.
“Desa bukan entitas kecil. Ia adalah jantung Indonesia. Kalau desa kuat, maka bangsa ini akan tegak. Dan itu semua dimulai dari kepala desanya,” tukasnya.(DieBM)